LAPORAN OBSERVASI DAN WAWANCARA PROFESI KEPENDIDIKAN “KOMPETENSI KEPRIBADIAN DAN SOSIAL”

LANDASAN TEORI
Kompetensi Guru Profesional
Kompetensi guru terkait dengan kewenangan melaksanakan tugasnya, dalam hal ini dalam menggunakan bidang studi sebagai bahan pembelajaran yang berperan sebagai alat pendidikan, dan kompetensi pedagogis yang berkaitan dengan fungsi guru dalam memperhatikan perilaku peserta didik belajar (Djohar, 2006 : 130). Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah hasil dari penggabungan dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Menurut Suparlan (2008:93) menambahkan bahwa standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu pengelolaan pembelajaran, pengembangan profesi, dan penguasaan akademik.
Berdasarkan Undang-undang Guru dan Dosen bagian penjelasan pasal 10 ayat (1) dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”.
Di dalam Permendikbud No. 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru disebutkan bahwa idealnya seorang guru wajib memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi ini terintegrasi dalam kinerja seorang guru yang menunjang tugas pokok dan fungsinya yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi.

Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah salah satu dari empat kompetensi professional yang harus dimiliki oleh seorangu guru, kemampuan ini juga merupakan kemampuan yang sangat dibutuhkan guru dalam melaksanakan tugas keguruannya. Seorang guru yang memiliki kompetensi kepribadian meniscayakan dirinya memiliki kecendrungan dan bakat untuk menjadi guru, sehingga ia pun akan selalu memiliki sikap optimism dalam pekerjaanya sebagai guru, ia akan cepat dan tepat dalam mengambil keputusan-keputusan keguruannya.
Kompetensi kepribadian menurut Suparno (2002:47) adalah mencakup kepribadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, beriman, bermoral; kemampuan mengaktualisasikan diri seperti disiplin, tanggung jawab, peka, objekti, luwes, berwawasan luas, dapat berkomunikasi dengan orang lain; kemampuan mengembangkan profesi seperti berpikir kreatif, kritis, reflektif, mau belajar sepanjang hayat, dapat ambil keputusan dll. (Depdiknas, 2001). Kemampuan kepribadian lebih menyangkut jati diri seorang guru sebagai pribadi yang baik, tanggung jawab, terbuka, dan terus mau belajar untuk maju.
Menurut Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang Standard Kualifikasi dan Kompetensi guru, Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehinnga terpencar dalam perilaku sehari-hari.  Kompetensi ini meliputi:
1.      Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia, meliputi:
a)      Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat, daerah asal, dan gender;
b)      Bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan sosial yang berlaku dalam masyarakat, dan kebudayaan nasional Indonesia yang beragam.

2.      Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan  teladan bagi peserta didik dan masyarakat, meliputi:
a)      Berperilaku jujur, tegas, dan manusiawi;
b)      Berperilaku yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia;
c)      Berperilaku yang dapat diteladan oleh peserta didik dan anggota masyarakat di sekitarnya.

3.      Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, meliputi:
a)      Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil;
b)      Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa.

4.      Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri, meliputi:
a)      Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi;
b)      Bangga menjadi guru dan percaya pada diri sendiri;
c)      Bekerja mandiri secara professional.

5.      Menjunjung tinggi kode etik profesi guru, meliputi:
a)      Memahami kode etik profesi guru;
b)      Berperilaku sesuai dengan kode etik profesi guru.

Kompetensi Sosial
Pentingnya kompetensi social bagi seorang guru menurut Raihani (2007) karena pertama guru dan semua anggota sekolah adalah manusia yang merupakan makhluk social. Kedua, aktifitas pendidikan sekolah adalah sebuah kerja tim, bukan kerja individual. Ketiga eksistensi di lingkungan masyarakatnya.
Kompetensi sosial meliputi: (1) memiliki empati pada orang lain, (2) memiliki toleransi pada orang lain, (3) memiliki sikap dan kepribadian yang positif serta melekat pada setiap kopetensi yang lain, dan (4) mampu bekerja sama dengan orang lain. Menurut Gadner (1983) dalam  Sumardi (Kompas, 18 Maret 2006) kompetensi sosial itu sebagai social intellegence atau kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan salah satu dari sembilan kecerdasan (logika, bahasa, musik, raga, ruang, pribadi, alam, dan kuliner) yang berhasil diidentifikasi oleh Gardner.
Semua kecerdasan itu dimiliki oleh seseorang. Hanya saja, mungkin beberapa di antaranya menonjol, sedangkan yang lain biasa atau bahkan kurang. Uniknya lagi, beberapa kecerdasan itu bekerja secara padu dan simultan ketika seseorang berpikir dan atau mengerjakan sesuatu (Amstrong, 1994). Sehubungan dengan apa yang dikatakan oleh Amstrong itu ialah bahwa walau kita membahas dan berusaha mengembangkan kecerdasan sosial, kita tidak boleh melepaskannya dengan kecerdasan-kecerdasan yang lain. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa dewasa ini banyak muncul berbagai masalah sosial kemasyarakatan yang hanya dapat dipahami dan dipecahkan melalui pendekatan holistik, pendekatan komperehensif, atau pendekatan multidisiplin.
Kecerdasan lain yang terkait erat dengan kecerdasan sosial adalah kecerdasan pribadi (personal intellegence), lebih khusus lagi kecerdasan emosi atau emotial intellegence (Goleman, 1995). Kecerdasan sosial juga berkaitan erat dengan kecerdasan keuangan (Kiyosaki, 1998). Banyak orang yang terkerdilkan kecerdasan sosialnya karena impitan kesulitan ekonomi.
Dewasa ini mulai disadari betapa pentingnya peran kecerdasan sosial dan kecerdasan emosi bagi seseorang dalam usahanya meniti karier di masyarakat, lembaga, atau perusahaan. Banyak orang sukses yang kalau kita cermati ternyata mereka memiliki kemampuan bekerja sama, berempati, dan pengendalian diri yang menonjol.
Dari uraian dan contoh-contoh di atas dapat kita singkatkan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan seseorang berkomunikasi, bergaul, bekerja sama, dan memberi kepada orang lain. Inilah kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yang diamanatkan oleh UU Guru dan Dosen, yang pada gilirannya harus dapat ditularkan kepada anak-anak didiknya.
         Pada Permendiknas No. 16 tahun 2007, Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini meliputi:
1.      Bersifat inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi, fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial  ekonomi, meliputi:
a)      Bersikap inklusif dan objektif terhadap peserta didik, teman sejawat dan lingkungan sekitar dalam melaksanakan pembelajaran;
b)      Tidak bersikap diskriminatif  terhadap peserta didik, teman sejawat, orang tua peserta didik dan lingkungan sekolah karena perbedaan agama, suku, jenis kelamin, latar belakang keluarga, dan status sosial-ekonomi.

2.      Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat, meliputi:
a)      Berkomunikasi dengan teman sejawat dan komunitas ilmiah lainnya secara santun, empatik dan efektif;
b)      Berkomunikasi dengan orang tua peserta didik dan masyarakat secara santun, empatik, dan efektif tentang program pembelajaran dan kemajuan peserta didik;
c)      Mengikutsertakan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam program pembelajaran dan dalam mengatasi kesulitan belajar peserta didik.

3.      Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya, meliputi :
a)      Beradaptasi dengan lingkungan tempat bekerja dalam rangka meningkatkan efektivitas sebagai pendidik;
b)      Melaksanakan berbagai program dalam lingkungan kerja untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah yang bersangkutan

4.      Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain, meliputi:
a)      Berkomunikasi dengan teman sejawat, profesi ilmiah, dan komunitas ilmiah lainnya melalui berbagai media dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran;
b)      Mengkomunikasikan hasil-hasil inovasi pembelajaran kepada komunitas profesi sendiri secara lisan dan tulisan maupun bentuk lain.

HASIL WAWANCARA

Pada Kamis, 7 Juni 2018 lalu kami melakukan observasi dan wawancara terkait dengan kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial guru di SLB-C ---- . Mulanya kami dijadikan satu ruangan untuk menerima sambutan dan arahan dari Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum sebelum akhirnya dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Dalam pelaksanaan proses wawancara dengan guru, kami kemudian dibagi menjadi dua belas kelompok-kelompok kecil dan masing-masing kelompok mewawancarai satu guru disana. Dibawah ini adalah data diri guru yang kami wawancarai dan hasil wawancara yang telah kami lakukan.
Data Diri
Nama                                  : Ibu P
Domisili                              : Surakarta
Pendidikan Terakhir           : S1 Sosiologi Murni UNS
Mulai Bekerja                     : Bagian Administrasi SLB-C ----- (2009)
Mulai Mengajar                  : Guru Kelas (TA 2017/2018)
Guru Kelas                         : Guru Kelas 3 SD (TA 2017/2018)
Jumlah Siswa                      : 3 siswa (2017/2018)

Hasil Wawancara
·         Sejak kapan mengajar?
Sejak 2009 tapi masuk pertama di bagian administrasi (staf tata usaha). Kemudian pada tahun 2017 banyak sekali guru-guru SLB yang pension sehingga sekolah kekurangan tenaga pengajar. Akhirnya saya masuk mencoba menjadi guru kelas, tetapi masih kelas rendah (kelas 3 SD) dengan keyakinan bahwa saya pernah/ terbiasa mengajar les dirumah. Ini ibaratnya ngajar anak-anak sambil belajar buat mengajari anak sendiri. Saya sendiri tidak tega melihat guru-guru kewalahan karena kekurangan tenaga pendidik dan kasihan anak-anak jika tidak terurus

·         Adakah kesulitan ketika mengajar apalagi tidak memiliki dasar ilmu pedagog?
Saat pertama masuk, dua anak itu tidak terlalu sulit, karena sudah ada pengalaman menjadi guru les dirumah dan kebetulan keduanya tidak memiliki masalah belajar ataupun IQ yang berat. Hanya diturunkan saja standarnya dari yang biasanya, mereka bisa mengikuti.
Tetapi begitu Rangga masuk, saya langsung pusing. Karena tingkat kemampuannya sangat jauh berbeda dengan dua temannya yang lebih dulu masuk. Dia kesulitan dalam menulis huruf, terbalik saat menulis huruf e malah jadi kayak angka 6. Pernah saya cari-cari tau sendiri tentang kesulitannya, tapi belum ketemu-ketemu cara yang pas. Saya belajar autodidak, baca-baca di google, dan tanya-tanya kepada rekan-rekan guru yang sudah pernah mengajar. Jadi kalau untuk Rangga sendiri, sejujurnya saya masih meraba-raba.
Saya menambah Ilmu pedagog dengan terus baca buku-buku panduan dan buku-buku materi untuk persiapan mengajar mereka. Sejauh itu tidak mengalami kesulitan karena memang mereka bisa mengikuti. Mereka bisa. Kadang malah sengaja dinaikkan level soalnya karena mereka juga bisa. Tidak masalah, jika mereka mengeluh tidak bisa maka saya ganti levelnya. Kalo mereka bisa saya tambahkan dan saya tambahkan terus. Saya pikir mengapa tidak jika mereka bisa.
Saya merasa agak keberatan saat Rangga masuk, tapi saya sekarang menekankan prinsip mungkin jika materi terus diulang-ulang terus anak lama-lama akan dapat mengikuti dan memahami dengan sendirinya. Hal ini pernah saya praktikkan kepada anak saya sendiri dirumah, dibacakan berulang-ulang, lalu bisa meskipun besok kalau tidak diulang akan kembali lupa. Gemas juga sih. Banyak juga keluhan dari orangtua jika anak-anak mereka sulit diajari. Saya ya hanya bilang, nggeh kudu sabar, bu” begitu. 

·         Sikap anak-anak bagaimana dan bagaiman sikap ibu kepada mereka saat di kelas?
Saya di sini kerjanya dobel. Menjadi guru kelas dan juga administrator mengurusi dapodik dan lainnya. Kadang saat lelah diadministrasi dan sedang dikejar-kejar deadline, saya beri mereka tugas. Rangga sendiri sering saya beri tugas untuk mencontoh menulis kata saja tulisannya juga tidak bisa sama. Gemas sih. Ya namanya juga anak-anak luar biasa, butuh kesabaran. Kadang gemes tapi bagimana, marah-marah juga tidak membuat mereka bisa. Dan jika saya marah saya takutnya bikin mereka tambah down dan merasa tidak percaya diri.

·         Rangga itu baru masuk ketika kelas 3 atau sudah sejak awal?
Jadi Rangga itu pindahan dari SD reguler. Pindah ke SLB-C sejak kelas tiga. Saya sendiri kaget, dengan kemampuannya yang seperti itu kenapa tidak segera di pindahkan kesini. Tapi kemudian orantuanya menyampaikan katanya sudah kelihatan dari kelas satu, tapi mungkin karena orangtua memiliki perasaan minder jadi tidak langsung dibawa kesini.

·         Bagaimana menambah pengetahuan/ kompetensi ibu? Apakah ibu ikut kegiatan semacam diklat?
Belajar ngajarnya dari baca-baca buku, nyari-nyari sendiri dan tanya guru-guru yang sudah lebih berpengalaman. Terus kemarin juga ada pelatihan K13 suruh ikut sama pak kepala sekolah. Itu prosesnya berkelanjutan, ada 3 tahap. Masih ada kebingungan antara silabus yang digunakan dari guru yang udah lama dan hasil dari pelatihan/ diklat k13 itu. Sehingga akhirnya buat dengan sepahamnya sendiri. Beda soalnya, guru lama masih pake ketentuan yang dulu sehingga saya juga akhirnya buat sendiri,

·         Apakah siswa pernah bosan di kelas? Bagaimana strategi ibu dalam menghadapinya?
Kalo bosen mereka biasanya minta tidur. Saya biarkan tidur karena kalau tidak mereka bisa gaduh. Mereka biasa tidur dengan menata kursi, meja, atau tidur dibawah. Saya diamkan tapi sambil tidur saya sambil ngomong-ngomong cerita sesuatu. Nanti kalau mereka tertarik mereka akan duduk ke kursinya masing-masing dan akhirnya saya dan mereka ngobrol-ngobrol. 

·         Tapi kalo yang sampe tidur sampe pulang ada bu?
Ada, sampe pulang baru bangun pun ada. Tidak saya bangunin, karena pada saat itu dia sedang tidak enak badan. Kalo selain  itu yaa mereka mengeluh ngantuk karena bosen saja dengan pelajaran. Kalau pas begitu mereka langsung menata kursi untuk membuat tempat tiduran. Bagas dan Vito saya biarkan, nah kalau begitu saya malah ada kesempatan untuk mengajari Rangga tapi tetap saya sambil cerita apalah, nanti kalo mereka tertarik dengan apa yang saya ceritakan mereka akan antusias dan mengikuti pembicaraan. Kalau sudah begitu nanti sambil saya sisipi pembelajaran didalamnya. Soalnya nanti kalo saya paksakan, malah mereka ke luar kelas

·         Ada bu yang sampe keluar kelas?
Dulu pernah ada guru yang mau ngajar disini, tapi dengan latar belakang pendidikan terakhir D3 Kelautan. Dulu pernah bilang kalau sempet ngajar di PAUD terus akhirnya daftar di sini, dan jadi guru bantu dikelas saya. Karena pada saat itu juga saya sedang sibuk mengurusi administrasi. Harusnya kalau sudah ngajar PAUD, mestinya sudah berpengalaman. ngajarnya dibagi, hari ini saya hari ini si ibu itu. Dibagi dua.
Waktu dia mengajar anak-anak tidak senang dan akhirnya memilih bermain diluar. dibiarkan. Diluar kelas main, dia biarkan dan malah dia mainan HP. Terus kadang ketika mainan HP muridnya diajak main HP bareng. Saya kurang senang sejujurnya. HP memang kebutuhan ya, tapi buat anak-anak saya ngga suka. Karena saya belajar dari anak saya yang pernah kecanduan HP. Masa saya larang anak saya sendiri malah murid saya saya biarkan main HP begitu
Akhirnya, kadang mereka merengek minta nonton video dan memang saya membiarkan mereka nonton video di laptop itupun dengan syarat harus belajar dulu, harus mengerjakan soal dulu dan sebagainya. Itupun tidak sering. Paling satu bulan sekali. Dan video yang saya berikan juga masih seputar video pembelajaran
Jadi saya juga harus tegas, soalnya saya ngga mau mereka kecanduan HP. Karena kalo udh kecanduan anak jadi susah diajak komunikasi. Belajar dari pengalaman anak saya jadi saya ngga mau mereka sampai seperti itu. 

·         Apakah siswa tergolong aktif?
Kalo saya bertanya mereka memberikan respon, suasananya hidup. Tapi hanya yang dua anak, kalau Rangga ngga nyambung kalo diajak ngomong. Misal kalo ditanya sesuatu jawabannya ngawur, kadang vito dan bagas suka menimpali marahin si rangga karena jawabannya tidak logis. Pada saat seperti itu ya saya berusaha melerai untuk tidak mengolok-olok, saya arahkan untuk memahami mungki memang ada yang disampaikan rangga benar walaupun berbeda dengan mereka.
Rangga itu kadang bercerita tapi kadang ceritanya kemana-mana. Dan ngga logis, tapi saya biarkan kalau ada hal-hal yang perlu diluruskan dari ceritanya ya saya luruskan. Kadang saya suka ketawa, karena banyak lucunya.
Pokoknya sak senengnya mereka, tapi kadang kalo lagi marah ya saya diem. Saya kasih tugas. Maksudnya pas saya sedang banyak pekerjaan. Kalo mereka bosen, minta sesuatu saya turuti asal tidak membuat kegaduhan dan tidak keluar kelas. Jadi main sendiri dibelakang, kadang juga mainan kapur begitu.
Saya juga ingatkan untuk menjaga kebersihan terutama jika mereka mulai nulis-nulis pake pensil di meja. Banyak lucunya mba. Kalo marah ya, gimana. Mereka dimarah-marahin ya tidak paham. 

·         Apakah siswa selalu jujur/ tidak berbohong kepada ibu?
Mereka tidak pernah sengaja berbohong kepada saya, selalu jujur. Hanya saja kadang-kadang saat bercerita mereka banyak menambah-nambahkan alur atau berimajinasi. Apa yang mereka ceritakan kadang bukan merupakan hal-hal yang sungguh-sungguh terjadi (khayalan) tetapi saya biarkan mereka untuk berimajinasi selama imajinasinya tidak kemana-mana. Mereka selalu jujur dengan saya. Saya juga selalu mengkonfirmasi apakah hal ini benar, untuk hal-hal penting saja.

·         Tapi ibu pernah marah tidak kepada mereka?
Pernah. Kalau marah saya tinggal keluar. Tapi pernah saya marah banget dengan Vito dan Bagas karena pada saat membuat keterampilan menggulung kertas koran, Rangga tidak bisa-bisa. Nah akhirnya si dua anak ini emosi dan memarahi Rangga, sampai dipukuli pakai kertas koran yang sudah di gulung-gulung itu sampai Rangga nangis.
Saya gemas dan saya panggil mereka berdua, saya pukul mereka dengan gulungan kertas terus saya tanya, “sakit ngga?” maksudnya biar mereka merasakan kalau itu sakit dan tidak melakukan hal seperti itu ke rangga. Mereka tapi diem, karena mereka kalo marah diem. Saya bilang, “kalau sudah ngga mau diajar bu Penny, besok ibu ngga akan masuk kelas. besok yang masuk kelas bu Sit (guru kelas 4 yang lumayan tegas)“ saya bilang begitu
Kalo Rangga tidak sampai nangis, saya juga tidak sampe mukul. Kalau Rangga nangis, ya saya pukul biar mereka merasakan kalau iku sakit. Terus besoknya ibunya bilang ke saya, kalau anaknya mengadu demikian. Untung ibunya kooperatif, maksudnya tidak asal membela anaknya. Ya saya jelaskan detail peristiwa yang terjadi sampai saya memukul mereka. Dan ibunya paham. Saya juga tadi pas pengambilan rapor meminta maaf kepada wali siswa jika anaknya pernah saya marahi/ saya pukul. Soalnya kalau tidak keterlaluan juga tidak saya pukul. Alhamdulillah, respon orang tua baik. mereka memahami proses mendidik yang saya lakukan.
Selebihnya saya hanya ngomel. Saya banyak ngomel, tapi mereka biasanya ngga menggubris. Habis selang waktu mereka biasanya sudah lupa kalau saya tadi marah. Kadang saya mangkel tapi yasudahlah.. biasanya memang saya biarkan baru kalau kondisi sudah kondusif saya teruskan pembelajaran.
Anak-anak itu meskipun jahil, mereka hatinya mudah tersentuh apalagi kalau saya bicara atau menasehati tentang orangtua. Mereka biasanya mudah berkaca-kaca. Jadi mereka kalau mau apa-apa yausdah sak karepmu, tapi nanti kalau kondisi sudah tenang atau pas ngerjakan sesuatu baru saya omongi/ nasehati. 

·         Kalo dengan orangtua gimana komunikasinya?
Rutinnya biasanya komunikasi pas ketemu njemput anak, atau biasanya juga lewat whatsapp. Tapi ada juga orang tua yanga tidak begitu banyak komunikasinya dengan saya, tapi sejauh ini mereka sih tidak pernah mempermasalahkan apa-apa. Kalau pas ambil rapor terutama pasti saya selalu komunikasikan keadaan atau perkembangan siswa

·         Maaf ibu, disini gajinya berapa ya?
Disini kebetulan SLB swasta dengan gaji yang cukup besar. Saya belum professional memang, dan saya masih guru WB serta belum mengajukan sertifikasi. Gaji yang saya terima dari sini sekitar 900 ribu, disini rata-rata segitu. Termasuk sangat tinggi dibanding dengan WB di sekolah-sekolah lain.


#laporan ini disusun oleh saya dan tim untuk memenuhi tugas akhir semester 2 mata kuliah Profesi Kependidikan, Program Studi Pendidikan Luar Biasa FKIP UNS 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maher Zain: One Big Family, Nuansa Baru Ditengah Degradasi Rasa Persaudaraan

Ambigu

CURHAT #1 : BELAJAR SETELAH DITOLAK