LAPORAN OBSERVASI DAN WAWANCARA PROFESI KEPENDIDIKAN “KOMPETENSI KEPRIBADIAN DAN SOSIAL”
LANDASAN TEORI
HASIL
WAWANCARA
Kompetensi Guru
Profesional
Kompetensi
guru terkait dengan kewenangan melaksanakan tugasnya, dalam hal ini dalam
menggunakan bidang studi sebagai bahan pembelajaran yang berperan sebagai alat
pendidikan, dan kompetensi pedagogis yang berkaitan dengan fungsi guru dalam
memperhatikan perilaku peserta didik belajar (Djohar, 2006 : 130). Dari
pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah hasil
dari penggabungan dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Menurut
Suparlan (2008:93) menambahkan bahwa standar kompetensi guru dipilah ke
dalam tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu pengelolaan pembelajaran,
pengembangan profesi, dan penguasaan akademik.
Berdasarkan Undang-undang Guru dan Dosen bagian
penjelasan pasal 10 ayat (1) dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif,
dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”.
Di
dalam Permendikbud No. 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru disebutkan bahwa idealnya seorang guru wajib memiliki empat
kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Keempat kompetensi ini terintegrasi dalam kinerja seorang guru yang menunjang tugas
pokok dan fungsinya yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi.
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah salah satu dari
empat kompetensi professional yang harus dimiliki oleh seorangu guru, kemampuan
ini juga merupakan kemampuan yang sangat dibutuhkan guru dalam melaksanakan
tugas keguruannya. Seorang guru yang memiliki kompetensi kepribadian
meniscayakan dirinya memiliki kecendrungan dan bakat untuk menjadi guru,
sehingga ia pun akan selalu memiliki sikap optimism dalam pekerjaanya sebagai
guru, ia akan cepat dan tepat dalam mengambil keputusan-keputusan keguruannya.
Kompetensi
kepribadian menurut Suparno (2002:47) adalah mencakup kepribadian yang utuh,
berbudi luhur, jujur, dewasa, beriman, bermoral; kemampuan mengaktualisasikan
diri seperti disiplin, tanggung jawab, peka, objekti, luwes, berwawasan luas,
dapat berkomunikasi dengan orang lain; kemampuan mengembangkan profesi seperti
berpikir kreatif, kritis, reflektif, mau belajar sepanjang hayat, dapat ambil
keputusan dll. (Depdiknas, 2001). Kemampuan kepribadian lebih menyangkut jati
diri seorang guru sebagai pribadi yang baik, tanggung jawab, terbuka, dan terus
mau belajar untuk maju.
Menurut
Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang Standard Kualifikasi dan Kompetensi
guru, Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku
pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehinnga
terpencar dalam perilaku sehari-hari. Kompetensi ini meliputi:
1. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan
nasional Indonesia, meliputi:
a) Menghargai
peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat,
daerah asal, dan gender;
b) Bersikap
sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan sosial yang berlaku dalam
masyarakat, dan kebudayaan nasional Indonesia yang beragam.
2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak
mulia, dan teladan bagi peserta didik
dan masyarakat, meliputi:
a) Berperilaku
jujur, tegas, dan manusiawi;
b) Berperilaku
yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia;
c) Berperilaku
yang dapat diteladan oleh peserta didik dan anggota masyarakat di sekitarnya.
3. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, meliputi:
a) Menampilkan
diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil;
b) Menampilkan
diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa.
4. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa
bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri, meliputi:
a) Menunjukkan
etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi;
b) Bangga
menjadi guru dan percaya pada diri sendiri;
c) Bekerja
mandiri secara professional.
5.
Menjunjung
tinggi kode etik profesi guru, meliputi:
a) Memahami
kode etik profesi guru;
b) Berperilaku
sesuai dengan kode etik profesi guru.
Kompetensi Sosial
Pentingnya kompetensi social bagi seorang guru
menurut Raihani (2007) karena pertama guru dan semua anggota sekolah adalah
manusia yang merupakan makhluk social. Kedua, aktifitas pendidikan
sekolah adalah sebuah kerja tim, bukan kerja individual. Ketiga eksistensi di
lingkungan masyarakatnya.
Kompetensi
sosial meliputi: (1) memiliki empati pada orang lain, (2) memiliki toleransi
pada orang lain, (3) memiliki sikap dan kepribadian yang positif serta melekat
pada setiap kopetensi yang lain, dan (4) mampu bekerja sama dengan orang lain.
Menurut Gadner (1983) dalam Sumardi (Kompas, 18
Maret 2006) kompetensi sosial itu sebagai social intellegence atau
kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan salah satu dari sembilan kecerdasan
(logika, bahasa, musik, raga, ruang, pribadi, alam, dan kuliner) yang berhasil
diidentifikasi oleh Gardner.
Semua
kecerdasan itu dimiliki oleh seseorang. Hanya saja, mungkin beberapa di
antaranya menonjol, sedangkan yang lain biasa atau bahkan kurang. Uniknya lagi,
beberapa kecerdasan itu bekerja secara padu dan simultan ketika seseorang
berpikir dan atau mengerjakan sesuatu (Amstrong, 1994).
Sehubungan dengan apa yang dikatakan oleh Amstrong itu
ialah bahwa walau kita membahas dan berusaha mengembangkan kecerdasan sosial,
kita tidak boleh melepaskannya dengan kecerdasan-kecerdasan yang lain. Hal ini
sejalan dengan kenyataan bahwa dewasa ini banyak muncul berbagai masalah sosial
kemasyarakatan yang hanya dapat dipahami dan dipecahkan melalui pendekatan
holistik, pendekatan komperehensif, atau pendekatan multidisiplin.
Kecerdasan
lain yang terkait erat dengan kecerdasan sosial adalah kecerdasan pribadi (personal
intellegence), lebih khusus lagi kecerdasan emosi atau emotial
intellegence (Goleman, 1995). Kecerdasan sosial juga berkaitan erat dengan
kecerdasan keuangan (Kiyosaki, 1998). Banyak orang yang terkerdilkan kecerdasan
sosialnya karena impitan kesulitan ekonomi.
Dewasa ini
mulai disadari betapa pentingnya peran kecerdasan sosial dan kecerdasan emosi
bagi seseorang dalam usahanya meniti karier di masyarakat, lembaga, atau
perusahaan. Banyak orang sukses yang kalau kita cermati ternyata mereka
memiliki kemampuan bekerja sama, berempati, dan pengendalian diri yang
menonjol.
Dari uraian
dan contoh-contoh di atas dapat kita singkatkan bahwa kompetensi sosial adalah
kemampuan seseorang berkomunikasi, bergaul, bekerja sama, dan memberi kepada
orang lain. Inilah kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh seorang pendidik
yang diamanatkan oleh UU Guru dan Dosen, yang pada gilirannya harus dapat
ditularkan kepada anak-anak didiknya.
Pada
Permendiknas No. 16 tahun 2007, Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik
sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali
peserta didik dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini meliputi:
1. Bersifat inklusif, bertindak objektif, serta tidak
diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi, fisik,
latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi, meliputi:
a) Bersikap
inklusif dan objektif terhadap peserta didik, teman sejawat dan lingkungan
sekitar dalam melaksanakan pembelajaran;
b) Tidak
bersikap diskriminatif terhadap peserta didik, teman sejawat, orang tua
peserta didik dan lingkungan sekolah karena perbedaan agama, suku, jenis
kelamin, latar belakang keluarga, dan status sosial-ekonomi.
2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat, meliputi:
a) Berkomunikasi
dengan teman sejawat dan komunitas ilmiah lainnya secara santun, empatik dan
efektif;
b) Berkomunikasi
dengan orang tua peserta didik dan masyarakat secara santun, empatik, dan
efektif tentang program pembelajaran dan kemajuan peserta didik;
c) Mengikutsertakan
orang tua peserta didik dan masyarakat dalam program pembelajaran dan dalam
mengatasi kesulitan belajar peserta didik.
3. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah
Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya, meliputi :
a) Beradaptasi
dengan lingkungan tempat bekerja dalam rangka meningkatkan efektivitas sebagai
pendidik;
b) Melaksanakan
berbagai program dalam lingkungan kerja untuk mengembangkan dan meningkatkan
kualitas pendidikan di daerah yang bersangkutan
4. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan
profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain, meliputi:
a) Berkomunikasi
dengan teman sejawat, profesi ilmiah, dan komunitas ilmiah lainnya melalui
berbagai media dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran;
b) Mengkomunikasikan
hasil-hasil inovasi pembelajaran kepada komunitas profesi sendiri secara lisan
dan tulisan maupun bentuk lain.
Pada
Kamis, 7 Juni 2018 lalu kami melakukan observasi dan wawancara terkait dengan
kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial guru di SLB-C ---- . Mulanya kami
dijadikan satu ruangan untuk menerima sambutan dan arahan dari Kepala Sekolah
dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum sebelum akhirnya dibagi menjadi
kelompok-kelompok kecil. Dalam pelaksanaan proses wawancara dengan guru, kami
kemudian dibagi menjadi dua belas kelompok-kelompok kecil dan masing-masing
kelompok mewawancarai satu guru disana. Dibawah ini adalah data diri guru yang
kami wawancarai dan hasil wawancara yang telah kami lakukan.
Data Diri
Nama : Ibu P
Domisili : Surakarta
Pendidikan
Terakhir : S1 Sosiologi Murni
UNS
Mulai
Bekerja : Bagian
Administrasi SLB-C ----- (2009)
Mulai
Mengajar : Guru Kelas (TA
2017/2018)
Guru
Kelas : Guru Kelas
3 SD (TA 2017/2018)
Jumlah
Siswa : 3 siswa (2017/2018)
Hasil Wawancara
·
Sejak kapan mengajar?
Sejak
2009 tapi masuk pertama di bagian administrasi (staf tata usaha). Kemudian pada
tahun 2017 banyak sekali guru-guru SLB yang pension sehingga sekolah kekurangan
tenaga pengajar. Akhirnya saya masuk mencoba menjadi guru kelas, tetapi masih
kelas rendah (kelas 3 SD) dengan
keyakinan bahwa saya pernah/ terbiasa mengajar les dirumah. Ini ibaratnya
ngajar anak-anak sambil belajar buat mengajari anak sendiri. Saya sendiri tidak
tega melihat guru-guru kewalahan karena kekurangan tenaga pendidik dan kasihan
anak-anak jika tidak terurus
·
Adakah kesulitan ketika mengajar apalagi
tidak memiliki dasar ilmu pedagog?
Saat
pertama masuk, dua anak itu tidak terlalu sulit, karena sudah ada pengalaman menjadi guru les dirumah dan kebetulan
keduanya tidak memiliki masalah belajar ataupun IQ yang berat. Hanya diturunkan
saja standarnya dari yang biasanya, mereka bisa mengikuti.
Tetapi
begitu Rangga masuk, saya langsung pusing. Karena tingkat kemampuannya sangat
jauh berbeda dengan dua temannya yang lebih dulu masuk. Dia kesulitan dalam
menulis huruf, terbalik saat menulis huruf e malah jadi kayak angka 6. Pernah
saya cari-cari tau sendiri tentang kesulitannya, tapi belum ketemu-ketemu cara
yang pas. Saya belajar autodidak,
baca-baca di google, dan tanya-tanya kepada rekan-rekan guru yang sudah pernah
mengajar. Jadi kalau untuk Rangga sendiri, sejujurnya saya masih
meraba-raba.
Saya menambah Ilmu
pedagog dengan terus baca buku-buku panduan dan buku-buku materi untuk
persiapan mengajar mereka. Sejauh itu tidak mengalami
kesulitan karena memang mereka bisa mengikuti. Mereka bisa. Kadang malah sengaja
dinaikkan level soalnya karena mereka juga bisa. Tidak masalah, jika mereka
mengeluh tidak bisa maka saya ganti levelnya. Kalo mereka bisa saya tambahkan
dan saya tambahkan terus. Saya pikir
mengapa tidak jika mereka bisa.
Saya
merasa agak keberatan saat Rangga masuk, tapi saya sekarang menekankan prinsip
mungkin jika materi terus diulang-ulang terus anak lama-lama akan dapat
mengikuti dan memahami dengan sendirinya. Hal ini pernah saya praktikkan kepada
anak saya sendiri dirumah, dibacakan berulang-ulang, lalu bisa meskipun besok
kalau tidak diulang akan kembali lupa. Gemas juga sih. Banyak juga keluhan dari
orangtua jika anak-anak mereka sulit diajari. Saya ya hanya bilang, “nggeh
kudu sabar, bu” begitu.
·
Sikap anak-anak bagaimana dan bagaiman
sikap ibu kepada mereka saat di kelas?
Saya
di sini kerjanya dobel. Menjadi guru kelas dan juga administrator mengurusi
dapodik dan lainnya. Kadang saat lelah diadministrasi dan sedang dikejar-kejar
deadline, saya beri mereka tugas. Rangga sendiri sering saya beri tugas untuk
mencontoh menulis kata saja tulisannya juga tidak bisa sama. Gemas sih. Ya
namanya juga anak-anak luar biasa, butuh kesabaran. Kadang gemes tapi bagimana, marah-marah juga tidak membuat mereka bisa.
Dan jika saya marah saya takutnya bikin mereka tambah down dan merasa tidak percaya diri.
·
Rangga itu baru masuk ketika kelas 3
atau sudah sejak awal?
Jadi
Rangga itu pindahan dari SD reguler. Pindah ke SLB-C sejak kelas tiga. Saya
sendiri kaget, dengan kemampuannya yang seperti itu kenapa tidak segera di
pindahkan kesini. Tapi kemudian
orantuanya menyampaikan katanya sudah kelihatan dari kelas satu, tapi
mungkin karena orangtua memiliki perasaan minder jadi tidak langsung dibawa
kesini.
·
Bagaimana menambah pengetahuan/
kompetensi ibu? Apakah ibu ikut kegiatan semacam diklat?
Belajar ngajarnya dari
baca-baca buku, nyari-nyari sendiri dan tanya guru-guru yang sudah lebih
berpengalaman. Terus kemarin juga ada pelatihan K13
suruh ikut sama pak kepala sekolah. Itu prosesnya berkelanjutan, ada 3 tahap.
Masih ada kebingungan antara silabus yang digunakan dari guru yang udah lama
dan hasil dari pelatihan/ diklat k13 itu. Sehingga akhirnya buat dengan
sepahamnya sendiri. Beda soalnya, guru lama masih pake ketentuan yang dulu
sehingga saya juga akhirnya buat sendiri,
·
Apakah siswa pernah bosan di kelas?
Bagaimana strategi ibu dalam menghadapinya?
Kalo
bosen mereka biasanya minta tidur. Saya biarkan tidur karena kalau tidak mereka
bisa gaduh. Mereka biasa tidur dengan menata kursi, meja, atau tidur dibawah.
Saya diamkan tapi sambil tidur saya sambil
ngomong-ngomong cerita sesuatu. Nanti
kalau mereka tertarik mereka akan duduk ke kursinya masing-masing dan akhirnya
saya dan mereka ngobrol-ngobrol.
·
Tapi kalo yang sampe tidur sampe pulang
ada bu?
Ada,
sampe pulang baru bangun pun ada. Tidak saya bangunin, karena pada saat itu dia
sedang tidak enak badan. Kalo selain itu
yaa mereka mengeluh ngantuk karena bosen saja dengan pelajaran. Kalau pas begitu
mereka langsung menata kursi untuk membuat tempat tiduran. Bagas dan Vito saya
biarkan, nah kalau begitu saya malah ada kesempatan untuk mengajari Rangga tapi
tetap saya sambil cerita apalah, nanti kalo mereka tertarik dengan apa yang
saya ceritakan mereka akan antusias dan mengikuti pembicaraan. Kalau sudah begitu nanti sambil saya sisipi
pembelajaran didalamnya. Soalnya nanti kalo saya paksakan, malah mereka ke luar
kelas.
·
Ada bu yang sampe keluar kelas?
Dulu
pernah ada guru yang mau ngajar disini, tapi dengan latar belakang pendidikan
terakhir D3 Kelautan. Dulu pernah bilang kalau sempet ngajar di PAUD terus
akhirnya daftar di sini, dan jadi guru bantu dikelas saya. Karena pada saat itu
juga saya sedang sibuk mengurusi administrasi. Harusnya kalau sudah ngajar
PAUD, mestinya sudah berpengalaman. ngajarnya dibagi, hari ini saya hari ini si
ibu itu. Dibagi dua.
Waktu
dia mengajar anak-anak tidak senang dan akhirnya memilih bermain diluar.
dibiarkan. Diluar kelas main, dia biarkan dan malah dia mainan HP. Terus kadang
ketika mainan HP muridnya diajak main HP bareng. Saya kurang senang sejujurnya.
HP memang kebutuhan ya, tapi buat anak-anak saya ngga suka. Karena saya belajar
dari anak saya yang pernah kecanduan HP. Masa
saya larang anak saya sendiri malah murid saya saya biarkan main HP begitu
Akhirnya,
kadang mereka merengek minta nonton video dan memang saya membiarkan mereka
nonton video di laptop itupun dengan syarat harus belajar dulu, harus
mengerjakan soal dulu dan sebagainya. Itupun tidak sering. Paling satu bulan
sekali. Dan video yang saya berikan juga masih seputar video pembelajaran
Jadi saya juga harus
tegas, soalnya saya ngga mau mereka kecanduan HP. Karena
kalo udh kecanduan anak jadi susah diajak komunikasi. Belajar dari pengalaman
anak saya jadi saya ngga mau mereka sampai seperti itu.
·
Apakah siswa tergolong aktif?
Kalo saya bertanya
mereka memberikan respon, suasananya hidup. Tapi hanya yang
dua anak, kalau Rangga ngga nyambung kalo diajak ngomong. Misal kalo ditanya
sesuatu jawabannya ngawur, kadang vito dan bagas suka menimpali marahin si
rangga karena jawabannya tidak logis. Pada saat seperti itu ya saya berusaha
melerai untuk tidak mengolok-olok, saya arahkan untuk memahami mungki memang
ada yang disampaikan rangga benar walaupun berbeda dengan mereka.
Rangga
itu kadang bercerita tapi kadang ceritanya kemana-mana. Dan ngga logis, tapi saya biarkan kalau ada hal-hal yang perlu
diluruskan dari ceritanya ya saya luruskan. Kadang saya suka ketawa, karena
banyak lucunya.
Pokoknya
sak senengnya mereka, tapi kadang kalo
lagi marah ya saya diem. Saya kasih tugas. Maksudnya pas saya sedang banyak
pekerjaan. Kalo mereka bosen, minta sesuatu saya turuti asal tidak membuat
kegaduhan dan tidak keluar kelas. Jadi main sendiri dibelakang, kadang juga
mainan kapur begitu.
Saya juga ingatkan
untuk menjaga kebersihan terutama jika mereka mulai
nulis-nulis pake pensil di meja. Banyak lucunya mba. Kalo marah ya, gimana. Mereka dimarah-marahin ya tidak paham.
·
Apakah siswa selalu jujur/ tidak
berbohong kepada ibu?
Mereka
tidak pernah sengaja berbohong kepada saya, selalu jujur. Hanya saja
kadang-kadang saat bercerita mereka banyak menambah-nambahkan alur atau
berimajinasi. Apa yang mereka ceritakan kadang bukan merupakan hal-hal yang
sungguh-sungguh terjadi (khayalan) tetapi saya biarkan mereka untuk
berimajinasi selama imajinasinya tidak kemana-mana. Mereka selalu jujur dengan saya. Saya juga selalu mengkonfirmasi apakah
hal ini benar, untuk hal-hal penting saja.
·
Tapi ibu pernah marah tidak kepada
mereka?
Pernah.
Kalau marah saya tinggal keluar. Tapi pernah saya marah banget dengan Vito dan
Bagas karena pada saat membuat keterampilan menggulung kertas koran, Rangga
tidak bisa-bisa. Nah akhirnya si dua anak ini emosi dan memarahi Rangga, sampai
dipukuli pakai kertas koran yang sudah di gulung-gulung itu sampai Rangga
nangis.
Saya
gemas dan saya panggil mereka berdua, saya pukul mereka dengan gulungan kertas
terus saya tanya, “sakit ngga?” maksudnya biar mereka merasakan kalau itu sakit
dan tidak melakukan hal seperti itu ke rangga. Mereka tapi diem, karena mereka
kalo marah diem. Saya bilang, “kalau sudah ngga mau diajar bu Penny, besok ibu
ngga akan masuk kelas. besok yang masuk kelas bu Sit (guru kelas 4 yang lumayan
tegas)“ saya bilang begitu
Kalo
Rangga tidak sampai nangis, saya juga tidak sampe mukul. Kalau Rangga nangis,
ya saya pukul biar mereka merasakan kalau iku sakit. Terus besoknya ibunya
bilang ke saya, kalau anaknya mengadu demikian. Untung ibunya kooperatif, maksudnya tidak asal membela anaknya. Ya
saya jelaskan detail peristiwa yang terjadi sampai saya memukul mereka. Dan
ibunya paham. Saya juga tadi pas pengambilan
rapor meminta maaf kepada wali siswa jika anaknya pernah saya marahi/ saya
pukul. Soalnya kalau tidak keterlaluan juga tidak saya pukul. Alhamdulillah,
respon orang tua baik. mereka memahami proses mendidik yang saya lakukan.
Selebihnya
saya hanya ngomel. Saya banyak ngomel, tapi mereka biasanya ngga menggubris.
Habis selang waktu mereka biasanya sudah lupa kalau saya tadi marah. Kadang
saya mangkel tapi yasudahlah.. biasanya
memang saya biarkan baru kalau kondisi sudah kondusif saya teruskan pembelajaran.
Anak-anak
itu meskipun jahil, mereka hatinya mudah tersentuh apalagi kalau saya bicara
atau menasehati tentang orangtua. Mereka biasanya mudah berkaca-kaca. Jadi mereka kalau mau apa-apa yausdah sak karepmu, tapi nanti kalau kondisi
sudah tenang atau pas ngerjakan sesuatu baru saya omongi/ nasehati.
·
Kalo dengan orangtua gimana
komunikasinya?
Rutinnya
biasanya komunikasi pas ketemu njemput anak, atau biasanya juga lewat whatsapp.
Tapi ada juga orang tua yanga tidak begitu banyak komunikasinya dengan saya,
tapi sejauh ini mereka sih tidak pernah mempermasalahkan apa-apa. Kalau pas
ambil rapor terutama pasti saya selalu
komunikasikan keadaan atau perkembangan siswa.
·
Maaf ibu, disini gajinya berapa ya?
Disini
kebetulan SLB swasta dengan gaji yang cukup besar. Saya belum professional
memang, dan saya masih guru WB serta belum mengajukan sertifikasi. Gaji yang
saya terima dari sini sekitar 900 ribu,
disini rata-rata segitu. Termasuk sangat tinggi dibanding dengan WB di
sekolah-sekolah lain.
#laporan ini disusun oleh saya dan tim untuk memenuhi tugas akhir semester 2 mata kuliah Profesi Kependidikan, Program Studi Pendidikan Luar Biasa FKIP UNS 2017
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih