Ambigu
Katamu kita itu mesti nganu biar kelihatan lebih bisa menerima kenyataan. Kenyataan yang mana? Toh, kata “kelihatan” itu tidak menggambarkan sesuatu yang bisa diterima seutuhnya. Semu.
Kalo bisa, melakukan sesuatu itu harus tuntas. Nggak ambigu, antara iya betulan atau tidak betulan. Kok gitu? Ya gitu, karena sesungguhnya kita itu cuma dikasih pilihan dua: iya atau tidak atau muaranya surga atau neraka.
Tidak ada posisi ditengah-tengah keduanya.
Pun soal kehidupan rasa kita. Hindarilah kata “aku bakal nunggu kamu, beberapa tahun lagi bla bla bla…” atau sejenisnya. Siapa yang tahu persis soal jodoh?
Hari ini bisa saja kamu mengatakan hal itu pada seseorang, bagaimana dengan beberapatahun selanjutnya? Bisa jadi kamu menemukan seseorang yang lebih baik dari doi, atau doi yang menemukan seseorang yang bisa jadi lebi baik darimu menurutnya.
Janjinya? Ambigu.
Siapa yang menjamin bahwa beberapa tahun kemudian kamu akan bertahan dengan janji itu? Siapa yang bisa menjamin? Tidak ada. Dan pada akhirnya? Kecewa, hanya bisa menelan janji palsu.
Klise. Tapi bukan hanya satu dua orang yang melakukannya dan tidakjuga sekali dua kali.
Terus? Rumusnya sederhana, “Lepaskan” jangan membuat janji apapun pada saat kamu sedang bahagia. Dan jangan membuat janji apapun pada seseorang tentang perasaan, atau tentang sesuatu yang tidak ada kepastiannya.
Jangan ambigu.
24 Februari 2017
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih