Belajar Mengabdi Lewat Bapak Penyapu Gedung D
Mahasiswa.
Siapa itu mahasiswa? Berasal dari kata “maha” dan “siswa” rasa-rasanya seperti
yang “paling” diantara yang lain. Mahasiswa sudah tentu harus berbeda dengan siswa.
Berbeda cara pandangnya, berbeda cara berpikirnya, berbeda dalam segala hal,
termasuk kepeduliannya kepada masyarakat. Pada dasarnya mahasiswa memiliki
identitas diri yang tersusun dalam sebuah istilah yang tidak asing di telinga
yaitu “Tri Darma Perguruan Tinggi”. Istilah ini jika diartikan ke dalam bahasa
indonesia berarti tiga janji perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan
pengabdian masyarakat. Dari identitas dirinya tersebut, secara tidak langsung
mahasiswa mempunyai tanggung jawab intelektual, sosial, dan moral. Mahasiswa
memiliki peran istimewa yang harus dipikul, yaitu sebagai agent of change,
social control, iron stock, dan moral force dalam
masyarakat.
Berdasarkan
bunyi Tri Darma Perguruan Tinggi yang ketiga, mahasiswa harus bisa
bersosialisasi dan berkontribusi secara nyata melalui pengabdian masyarakat.
Pengabdian masyarakat adalah sebuah bentuk sosialisasi dan aktualisasi diri
mahasiswa dengan ilmu yang sudah didapatkan di bangku perkuliahan dan
diaplikasikan di tengah-tengah masyarakat demi memajukan kesejahteraan rakyat
dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pengabdian masyarakat diperlukan agar ilmu
yang didapat oleh mahasiswa tidak disimpan untuk dirinya sendiri tetapi
berusaha agar masyarakat juga merasakan manfaat dari ilmu yang dimiliki oleh
mahasiswa.
Pengabdian kepada masyarakat dapat dilakukan
dengan berbagai kegiatan positif. Sebagai contoh dengan melakukan kegiatan
bakti sosial, implementasi teknologi, dan transfer keilmuan atau kewirausahaan
yang telah dipelajari di bangku kuliah kepada masyarakat yang tentunya akan
terus berkesinambungan.
Salah
satu hal beberapa waktu lalu kami, mahasiswa FKIP UNS 2017, lakukan sebagai
langkah pertama untuk mengabdi pada masyarakat adalah mengadakan kegiatan bakti
sosial. Mencoba selangkah lebih dekat dengan masyarakat sekitar sebagai bentuk
gambaran bagaimana lingkungan yang akan kami hadapi setelah selesai
melaksanakan kuliah.
Bagi mahasiswa UNS, khususnya FKIP
UNS pasti tidak asing lagi rasanya menyaksikan bapak-bapak atau ibu-ibu yang
saat pagi hari sudah sibuk menyapu tiap sudut UNS, di FKIP khususnya.
Menjadikan lingkungan UNS bersih dan rapi setiap harinya. Tapi taukah kita
siapa meraka? Pernahkah kita menyapa mereka disela-sela kesibukan mereka yang
luar biasa itu?
Adalah
bapak Suprapto. Salah seorang pekerja bersih-bersih di lingkungan gedung D FKIP
UNS yang kami temui disela-sela keseharian beliau bekerja. Bapak yang lahir 53
tahun lalu ini adalah seorang bapak yang ramah dan pekerja keras. Terbukti,
beliau bahkan menyambut baik kami yang datang untuk bertanya-tanya banyak hal
disela jam istirahatnya.
Bapak
Suprapto atau yang lebih dikenal dengan bapak Prapto ini setiap hari berangkat
dari rumah kecil beliau di Pucangsawit pukul 05.00 pagi hari untuk melaksanakan
tugasnya di UNS. Beliau yang merupakan satu-satunya pekerja laki-laki di gedung
D mendapat tugas untuk bersih-bersih dan merapikan seluruh bagian luar gedung
tersebut. Sehari-hari beliau berangkat dari rumah menggunakan sepeda. Beliau
mengayuh sepeda di pagi buta untuk kemudian bekerja.
Jam
kerja beliau adalah pukul 06.00- 14.00 siang. Jika pak Prapto datang lebih awal
maka beliau bisa pulang lebih awal juga sesuai dengan rentan jam kerjanya.
Beliau punya waktu istrahat sekitar waktu dzhuhur. Beliau ini biasanya
menghabiskan waktu istirahat siang dengan makan siang yang biasa beliau beli
dikantin gedung E, sholat dan kemudian berbaring sebentar dipojokkan gedung D
untuk sekedar melepas penat sebelum nanti setelah itu beres-beres sebelum
beliau pulang.
Ini adalah pekerjaan yang sudah beliau tekuni
setiap harinya selama setahun terakhir. Beliau tidak memiliki pekerjaan lain tetapi
sang isteri turut membantu meringankan beban beliau untuk biaya hidup dengan
berjualan di warung kecil dirumah untuk menjual es, jajanan dan lain
sebagainya. Saat ditanya bagaimana bisa beliau bekerja disini beliau menjawab
bahwa banyak sekali tetangga disekitar rumahnya yang juga bekerja di UNS. Oleh
karena beliau kemudian bisa berada, dan bekerja untuk UNS.
Banyak
hal yang menarik saat bercakap-cakap dengan beliau. Apalagi mengetahi jika
keluarga beliau sangan luar biasa. Kehidupan keluarga beliau yang sederhana itu
ternyata tidak membuat mimpi masa depan keluarga kecil beliau ini lantas
berhenti dititik tertentu. Perjalanan mimpi kedua putri kembar beliau adalah
buktinya. Salah seorang putri beliau adalah mahasiswi UNS di FKIP yng sekarang
sedang melaksanakan PPG di Yogyakarta, sedangkan putri beliau yang satu telah
menamatkan pendidikan D3 nya di Akademi Keperawatan dan sekarang berkerja di
pabrik obat.
Sekarang,
hari tua beliau dihabiskan dirumah bersama isteri dan putrinya yang bekerja di
pabrik obat. Meski beliau sudah tidak lagi menanggung beban biaya sekolah anak,
tetapi dedikasinya kepada pekerjaannya di UNS patut diakui jempol. Terbukti
saat kami bertanya apakah beliau pernah mengeluhkan kondisi UNS atau beban
kerja beliau yang mungkin dirasa berat beliau hanya tertawa dan menjawab.
“..
sudah kulino,mbak. Memang
pekerjaannya seperti itu. Kalau sudah bersih buat apa saya dipekerjakan?”
Kemudian
saat beliau ditanya bagaimana pendapat beliau tentang mahasiswa di UNS ini
beliau tersenyum dan menjawab,
“..
mahasiswanya baik-baik lah, mbak.”
Berbincang-bincang
dengan beliau membuat hati dan mata kami terbuka. Membuat kami menyadari bahwa
tugas kami sebagai mahasiswa tidak hanya sebatas kuliah, pulang, IPK bagus,
tapi tidak pernah menyapa tetangga. Tugas dan amanah yang harus kami tanggung
dari status kami sebagai mahasiswa adalah lebih berat. Ialah menjawab semua
tantangan permasalah yang ada di masyarakat.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih