BIARKAN SAYA BERCERITA: KITA YANG TERJAJAH




Kalian termasuk orang yang hobi ngemil? Bagi kalian yang suka sekali ngemil maka kalian pasti tau merek-merek makanan ringan yang bahan dasarnya singkong yang isinya secuil tapi bikin ketagihan. Upss *sttt* Bener kan? Coba deeh sekarang kalian hitung berapa banyak uang yang kalian keluarkan untuk memenuhi keinginan kalian ngemil itu selama seminggu aja? Emmm.. Rp 50.000,00? Emmm.. Rp 80.000,00?
Wah boros juga yaa kalau dipikir-pikir. Ya iyalah gimana nggak boros seminggu aja segitu, padahal kalian tau nggak harga singkong dipasaran aja paling satu kilo cuma Rp 5.000,00 *yaa maafkeun kalau saya salah :v wkwkw.. Kalo kita pikir bareng-bareng nih ya, pasti produsen makanan ringan itu untungnya berlipat-lipat dari pada para petani yang menjual hasl pertaniannya dalam kondisi mentah dipasaran. Padahal kalo diolah sendiri terus dijual kan untungnya berkali lipat.
Temen-temenku tersayang~
Yang aku mau diskusikan dengan kalian itu bukan soal makanan ringan loh yaa -_- tapi soal kondisi kita, ya kita. Indonesia. Kenapa aku bilang begini? Sebab negeri kita tercinta ini punya banyak sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah. Jauh lebih melimpah dari negara adidaya seperti Amerika. Jauh lebih luas wilayahnya dari pada Malaysia dan Singapura, tetangga sebelah. Pertanyaannya adalah mangapa negeri ini masih diliputi kemiskinan?
Ada yang bisa jawab? Aku tau pasti kalian sudah tau jawabannya karena kalian anak yang cerdas. Oke. Sebelum membahas semuanya lebih jauh mari kita tengok sejarah kita dulu. Indonesia dijajah selama berapa tahun sama Bangsa Barat? Lama, teman. Sangat lama. Dan kenapa juga mereka menjajah Indonesia? Semua itu pasti ada maksudnya. Ya buat apa coba mereka susah-susah dateng dari Portugis, Belanda kalo ngga punya niat apapun ke kita. Kalian tau kenapa mereka dateng ke sini? Yups~ terlepas dari beberapa alasan lainnya, pada intinya mereka ingin mendapatkan rempah-rempah yang begitu banyak tersedia di negeri ini. Dan setelah menduduki negeri ini, mengetahui bahwa masyarakat pribumi mudah sekali dimanfaatkan maka mereka akhirnya betah sekali di Indonesia. Sudah banyak kekayaan alamnya, banyak pula manusia-manusiannya yang mudah dan mau diperalat di negeri sendiri.
Dewasa ini, negeri kita yang katanya sudah merdeka sejak 70 tahun yang lalu pada hakekatnya masih terjajah hingga hari ini, hingga detik ini.
Teman-temanku tersayang~
Indonesia bukan negeri yang miskin sumber daya alam, Indonesia juga bukan negeri yang miskin orang pintar. Orang Indonesia itu cerdas-cerdas, hebat-hebat. Coba sekarang kita tengok perstasi anak Indonesia? Kenal Pak Habibie kan? Bapak persiden kita yang cool dan romantis itu adalah salah satu manusia jenius dari Indonesia. Beliau hebat sekali, dan kehebatannya itu sudah diakui diseluruh dunia. Tapi mengapa kemudian beliau banyak berkecimpung di luar negeri? Sebab di negeri kelahirannya sendiri kejeniusannya itu tidak pernah mendapat apresiasi. Tidak bisa dimanfaatkan di negeri ini.
Kita pernah buat pesawat sendiri dengan inisiatif dan perjuangan beliau. Tapi sayang sekali, semua euforia itu berlangsung sebentar sekali. Sekarang? Kita punya pesawat import. Semua-muanya serba import. Bahkan beras, bahkan kedelai yang akan digunakan untuk membuat tempe –yang katanya makanan asli Indonesia- di negeri ini, semuanya import. Yang kita eksport hanya bahan mentah. Eksport bla~ bla~ bla~ dan kemudian pada hakekatnya bahan mentah itu diolah oleh negara lain kamudian dipasarkan kembali ke negara asalnya –Indonesia- kepada kita, dengan harga yang lebih tinggi.
Menyedihkan memang.. sangat menyedihkan. Sayang sekali, orang-orang yang menjalankan birokrasi di negeri ini kebanyakan masih dan hanya disibukkan dengan kepentingannya sendiri. Kita sudah 70 tahun merdeka, ya merdeka. Tapi kemiskinan masih merebak dimana-mana. Memang tidaklah mudah mengubah semuanya dengan seketika apalagi dengan nusantara kita yang begitu luasanya. Dan secapatnya kita harus menyadari itu kemudian bangkit dan menata semuanya dengan benar.
Harus aku akui kalau kebanyakan dari masyarakat Indonesia masih suka sesuatu yang gampang. Mental kita mayoritas adalah mental pengikut bukan pemimpin. Entah apa yang salah. Bisa jadi pendidikannya, atau mungkin atmosfer yang ada dinegeri kita seperti ini adanya. Maka banyak yang masih berfikir untuk apa sulit-sulit membuat pesawat sendiri yang juga belum tentu berhasil. Lebih baik beli saja. Selesai.  Satu hal yang bisa aku katakan sama temen-temen pemuda. Kita harus paham seperti apa persoalan negeri ini. Ini tempat kita bukan? Kalau di tempat sendiri saja kita tidak bisa benar-benar merdeka maka bagaimanapula jika kita ada di negeri orang. Banyak sudah anak bangsa yang cerdas tapi akhirnya lebih memilih meninggalkan negeri ini, meninggalkan kita yang hanya bisa 'ikut-ikutan' entahlah.. 
Temen-temen, kita harus menyadari ini sebab inilah masalah yang bisa jadi atau bahkan lebih rumit yang akan kita hadapi. Kita selalu menginginkan baldatun thayyibatun bukan? Ciptakan itu~ jadilah generasi yang merdeka di negeri sendiri. Merdeka dalam hal kebaikan.

@@@
“ Saya tau, Pak, Bu, dan para aparat pemerintahan yang lain. Saya tahu kalau Bapak dan Ibu punya tugas dan kewajiban yang berat dan mungkin saya sendiri tidak bisa melakukannya. Tapi Pak, Bu.. sebagai anak bangsa, sebagai seseorang yang mencintai tanah airnya, sebagai seseorang yang peduli dengan saudara-saudaranya, saya menginginkan sebuah perubahan. Minimal adanya i’tikad dari bapak dan ibu aparat negara untuk mengubah negeri ini menjadi lebih baik dan meninggalkan kepentingan pribadi bapak dan ibu. Saya sudah muak dengan hanya melihat berita soal politik soal kebijakan yang pada dasarnya hanya mengacu pada kepentingan pribadi atau partai. Mengapa? Karena jangankan mengaharap perubahan yang nyata terlihat, i’tikad atau keinginan untuk mengarah kearah itupun belum saya lihat. Saya memang belum bisa melakukan apapun dan hanya berbicara. Saya tau berbicara itu mudah, tapi tugas saya baru sampai disini, saya tau dan percaya bahwa Bapak Ibu aparatur negara jauh lebih tau mana yang terbaik untuk negeri ini, dari pada saya. Mohon pertimbangannya. ”

 Kebumen, 18 September 2015
Astri Rahmawati

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maher Zain: One Big Family, Nuansa Baru Ditengah Degradasi Rasa Persaudaraan

Ambigu

CURHAT #1 : BELAJAR SETELAH DITOLAK