Kisah Observasi 1: Tunagrahita


Salah satu agenda yang biasanya ada dalam mata kuliah ke-PLB-an adalah observasi. Entah barang satukali satu semester atau bisa jadi lebih, sesuai dengan kebutuhan dan keperluan proses perkuliahan. Mau dia mata kuliah ortopaedagogik umum, khusus, atau dalam mata kuliah tentang kurikulum, biasanya memang ada agenda observasi sebagai salah satu cara agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana proses pendidikan atau sistematika pendidikan dilapangan. Ada dua agenda observasi yang memang sejak awal telah dosen beritahukan kepada kami, mahasiswa semester satu. Itu ada dalam mata kuliah ortopaedagogik umum dan juga pekerjaan sosial. Nah kali ini, aku akan sedikit bercerita tentang bagaimana proses pembelajaran secara umum disebuah SLB, tempat aku dan teman-teman kelompok melakukan proses observasi. Karena sejak awal bapak dosen mengarahkan kami untuk membuka pengalaman pertama kami observasi dengan hanya melakukan pengamatan di kelas, maka tentu saja ceritaku kali ini adalah mengenai apa yang aku amati.
Selamat membaca :)
Pagi itu, seorang anak laki-laki duduk manis dipojok kiri tepat didepan meja guru dengan menundukkan kepala dan menutupi wajahnya. Sementara itu ibu guru bersama keempat temannya duduk melingkari sebuah meja ditengah kelas sambil bernyanyi “cublak-cublak suweng. Suwenge ting gelenter...” sedangkan dia harus “ berjaga”. Tugasnya adalah menutupi matanya agar tidak melihat dimana batu yang berulangkali di estafetkan temannya, kemudian menebak dimana batu itu berada.
Namanya Azzam. Umurnya baru saja melewati 9 tahun. Laki-laki kecil yang sangat antusias itu adalah salah satu siswa kelas 1C. Hobinya bernyanyi, dan dia senang sekali tersenyum serta tertawa. Bahkan saat lagu cublak-cublak suweng itu berhenti, dimana dia seharusnya menebak letak batu itu, dia berulangkali melakukan hal lucu dengan menebak pada posisi yang sama dan salah. Hal itu membuat ibu guru harus berulangkali menjelaskan bagaimana mekanismenya, benar atau salah. Karena kepolosan dan tingkahnya itu, ibu guru pun tidak kuasa menahan tawa. Bukan hanya itu saja, saat Azzam mendapatkan kesempatan untuk berganti tugas kemudia ikut serta dalam lingkaran dan posisinya semula digantikan oleh Apri, teman sekelasnya, dia masih saja melakukan hal yang lucu dan menggelitik. Bukannya diam saat dia harus menyembunyikan batu itu ditangannya, dia malah menunjukkan pada Apri bahwa batu itu ada padanya.
“Iki .. neng aku, Priii...” katanya sambil nyengir kuda. Sehingga mau tidak mau, Azzam harus menempati posisinya semula untuk “berjaga”
Hari itu, anak kelas 1C dipandu oleh guru kelasnya, ibu Yuni, belajar tentang lagu daerah dan juga permainan tradisional. Mereka belajar menyanyi lagu dolanan suwe ora jamu dan juga cublak-cublak suweng. Selain menyanyi ibu guru juga mengajak anak-anak untuk bermain bersama sambil menjelaskan sedikit demi sedikit makna pesan yang tersirat dalam lirik lagu dolanan tersebut. Kelas yang hanya berisi lima orang siswa laki-laki dengan tunagrahita itu nampak kondusif saat ibu guru memberitahu mereka banyak hal meskipun sesekali perhatian kelima anak tersebut kemudian teralihkan karena tingkah laku polos salah satu dari mereka.
Azzam adalah salah satu anak yang senang sekali tiba-tiba menyanyi sendiri, melakukan hal-hal secara mendadak atau menyebutkan sesuatu ditengah penjelasan ibu guru. Mulai dari hal yang betul-betul berkaitan dengan apa yang disampaikan ibu guru ataupun hal-hal diluar itu. Misalnya saat setelah selesai bermain cublak-cublak suweng kemudian ibu guru menawarkan siapa yang berani maju kedepan untuk bernyanyi sendiri, Azzam lah yang paling cepat menunjukkan jarinya. Dia maju seorang diri didepan kelas untuk menyanyikan lagu dolanan. Awalnya memang sendiri, tapi kemudian dia menarik teman didepannya untuk ikut serta menemaninya. Jadilah kemudian ibu guru meminta empat orang anak, termasuk Azzam untuk bersama-sama menyayikan lagu cublak-cublak suweng didepan kelas.
Antusiasme mereka luar biasa. Bahkan setelah mereka kembali ketempat duduk masing-masing, Azzam malah mulai menggerakkan tangannya menepuk-nepuk meja sambil menyanyi segala jenis lagu yang dia tau. Mulai dari lagu bojo galak sampai lagu pop khas anak-anak remaja, dan itu diikuti oleh teman-temannya yang lain. Mereka asik bernyanyi sendiri dan fokus perhatiannya terpecah.
Pada saat seperti ini, guru biasanya memberikan waktu walaupun sejenak kepada mereka untuk melakukan apa yang mereka mau. Tetapi setelah itu, guru akan kembali berusaha mengembalikan perhatian dan fokus mereka dengan cara-cara yang kreatif seperti kembali menyanyi bersama atau melakukan tepukan-tepukan yang khas dan berirama.
Hal menarik lainnya dikelas 1C adalah bahwa mereka akan melakukan apapun demi istirahat lebih awal. Semsestinya, jadwal istirahat mereka adalah pukul 09.00 waktu setempat. Setengah jam sebelum istirahat, mereka sudah mulai bertanya kepada bu Yuni kapan mereka istirahat? Berapa menit lagi mereka harus menunggu? Bahkan Azzam sudah terlebih dahulu memasukkan alat tulisnya ke dalam tas untuk bisa segera istirahat, dan berulang kali ditanya bu guru apa kah dia mau istirahat duluan sendiri? Meskipun sebenarnya ingin, tetapi Azzam menjawab “tidak”.
Bu Yuni sangat disiplin sekali dalam hal waktu. Walaupun sudah tidak ada materi yang disampaikan ataupun kegiatan yang dilakukan, saat belum memasuki jam istirahat beliau akan meminta semua anak duduk rapi menunggu. Dan beliau selalu mengatakan,
“Yang istirahat yang diam duduknya rapi..” Begitu katanya. Dan ajaibnya anak-anak kelas 1C sangat kondusif meskipun sesekali Azzam, Apri ataupun Daffa berbicaraa dengan teman-teman disebelahnya.
Ada satu hal yang juga menyentuhku dikelas 1C. Kelas yang dihuni oleh lima siswa dengan empat anak tuangrahita dan satu anak dengan tuna ganda (grahita ringan dan tunadaksa)  ternyata adalah kelas yang penuh dengan cinta. Saat sudah memasuki waktu istirahat, mereka akan bersama-sama keluar kelas untuk pergi ke kantin bersama. Demikian juga dengan Azzam, sebelum dia keluar dia anak senantiasa menunggu Fadhil naik kursi rodanya kemudian mendorong kursi roda milik Fadhil dan pergi ke kantin bersama-sama dengan teman yang lainnya.

Surakarta, 12 Desember 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maher Zain: One Big Family, Nuansa Baru Ditengah Degradasi Rasa Persaudaraan

Ambigu

CURHAT #1 : BELAJAR SETELAH DITOLAK