Pengalaman Adalah Guru Terbaik: Cone of Experience

Sering mendengar atau membaca kan kalimat diatas? Katanya pengalaman adalah guru terbaik. Bener ga sih? Hakikatnya belajar adalah proses mendapatkan pengalaman. Kalau menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Lalu pengalaman yang seperti apa? Kata Sanjanya (2006: 162) pengalaman dapat berupa pengalaman langsung maupun pengalaman tidak langsung. Belajar melalui pengalaman langsung artinya kita tuh belajar dengan keadaan yang sebenarnya, mengalami sendiri. Sedangkan kalau belajar secara tidak langsung diadakan dalam rangka menyadari kalau tidak semua hal dapat disediakan secara langsung.
Lantas bagaimana? Kita tetap dapat mendapatkan pengalaman itu kok tentunya dengan bantuan media pembelajaran. Menurut Arief Sadiman (2008) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan. Jadi intinya, supaya dalam proses belajar kita bisa mendapatkan informasi dengan baik maka perlu bentuan media sebagai perantara nih. Edgar Dale (dalam Sanjaya 2006: 163) mengemukakan bagaimana peranan media dalam proses belajar melalui kerucut pengalaman (cone of experience). Si kerucut ini dapat digunakan untuk menentukan alat bantu dan media yang sesuai dalam proses belajar loh. Nah, dibawah ini adalah wujud dari kerucut pengalaman (cone of experience) milik Edgar Dale.


Pic source: google

Sudah diperhatikan gambar diatas? Jika sudah, maka ada beberapa hal yang bisa kita simpulkan nih dari gambar kerucut pengalaman ini. Apa saja? Pertama, kerucut ini menggambarkan bahwa penyerapan materi dalam proses belajar-mengajar itu berbeda. Ketika dilakukan dengan cara membaca orang-orang umumnya dapat mengingat 10%. Dengan cara mendengar (audio) orang-orang bisa mengingat 20%, dengan cara melihat (visual) bisa mengingat 30%, dengan cara melihat (visual) dan mendengar (audio) bisa mengingat 50%, dengan cara mengatakan dan menulis bisa mengingat 70% dan dengan cara melakukan sesuatu (pengalaman) atau mengucapkan kalimat-kalimat sesuai dengan pemahaman mereka, dan melakukan sesuatu yang nyata, bermain peran, bersimulasi kemampuan mengingat bisa sampai 90% dari materi loh. Keren sekali ya!
Ngomong-ngomong ini juga yang aku pelajari dan aku dapatkan selama Kuliah di jurusan Pendidikan Luar Biasa, teman-teman. Dalam beberapa kesempatan di beberapa mata kuliah, kami diminta untuk melakukan kegiatan praktik (melakukan pembelajaran dengan sesuatu yang nyata). Misalnya saja dengan kegiatan mencoba berjalan di lingkungan sekitar dengan menggunakan kacamata buatan yang menggambarkan kondisi pengelihatan anak dengan low vision.




Ketika itu, aku dan kelompok mendapat bagian untuk mencoba membaca, berjalan, menaiki tangga dengan memakai kacamata yang memiliki lubang pengelihatan kecil (bisa dilihat digambar pertama).  Kacamata tersebut merupakan penggambaran kondisi pengelihatan siswa tunanetra dalam beberapa kasus. Bapak ibu dosen ketika itu membuat kita belajar memahami dan mengalami secara langsung apa yang siswa tunanetra alami dengan pengelihatannya. Harapannya ketika kami sudah memahami melalui pengalaman ini, kami jadi bisa memperkirakan apa yang harus kami lakukan, apa yang harus kami sediakan untuk mengakomodasi siswa ketika mengajar dengan siswa tunanetra.
Tentu saja, kegiatan perkuliahan ini menjadi lebih kami ingat berkat pengalaman langsung melalui simulasi yang kami kerjakan. Coba bayangkan ketika dalam proses belajar, kami hanya disuguhi dengan sekian teori yang belum tentu kami pahami dengan benar. Seberapa banyak dari seluruh materi yang bisa kami ingat? Nah, kembali lagi dengan teori yang Edgar Dale sampaikan di dalam kerucutnya kan.
Nah, hari ini kita belajar banyak soal kalimat ‘pengalaman adalah guru terbaik’ kemudian membahas mengenai kerucut pengalaman cone of experience) milik Edgar Dale dan menyimak sedikit ceritaku mengenai hal ini. Semoga tulisan ini bisa memberikan ilmu baru untukmu ya!

Kebumen, 5 Mei 2020
4:48 PM

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maher Zain: One Big Family, Nuansa Baru Ditengah Degradasi Rasa Persaudaraan

Ambigu

CURHAT #1 : BELAJAR SETELAH DITOLAK