Islam Menurut Pemahaman Saya
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama
(Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar
dengan jalan yang sesat. Barangsiapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada
Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sanggat
kuat yang tidak akan pernah putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
(Qs. Al-baqarah:256)
|
Saya
sangat bersyukur, telah dilahirkan ditengah-tengah keluarga yang notabennya
adalah sebuah keluarga yang menganut agama Islam. Walaupun rasanya saya baru
benar-benar mengenalnya tak lebih sejak dua tahun lalu, ketika hidayah itu
datang setelah saya lulus dari bangku sekolah dasar (SD). Ketika saya kecil,
saya memang bukan seorang anak yang terlalu suka dikekang dan lebih cenderung
menjadi seorang gadis kecil yang tomboy. Sehingga meskipun orang tua saya sudah
mendaftarkan saya ke taman pendidikan al-Qur’an sejak umur enam tahun, saya
sama sekali belum bisa membaca al-Qur’an sampai kelas enam semester satu. Hal
itu semata-mata karena sikap saya, orang tua sudah sangat memperhatikan pendidikan
religi saya sejak kecil. Hanya saja, itu tadi. Saya bukan tipe gadis kecil yang
suka terlalu dikekang.
Tetapi
entah mengapa, hidayah itu datang pada saya, satu semester sebelum saya
benar-benar meninggalkan bangku sekolah dasar (SD). Saat itu saya benar-benar
tidak tertarik untuk melanjutkan pendidikan saya ke SMP negeri. Yang ada
dipikiran saya saat itu hanya, “Ingin mencari suasana baru yang lebih dari pada
di sekolah-sekolah umum”. Jadilan saya ditawarkan untuk sekolah di pondok
pesantren saja, dan saya setuju. Tapi ada satu kendala yang saya alami waktu
itu. Dari sekian banyak brosur pondok pesantren, tercantum satu persyaratan
minimum untuk diterima menjadi seorang santri. Yaitu; “Dapat membaca al-Qur’an”. Dan pada waktu itu
saya sama sekali belum bisa membaca al-Qur’an. Saya sempat pesimis dan putus
asa. Tapi Allah berkehendak lain. Saya serasa mendapatkan pacuan yang lebih
kencang menghadapi kenyataan tersebut. Hingga jadilah saya ngebut belajar privat agar
bisa membaca al-Qur’an dalam waktu yang lumayan singkat itu. Itu sebuah perjuangan sekaligus
penyesalan bagi saya. Ya, sebuah penyesalan karena terlalu buru-buru menghadapi
proses tersebut. Dan setelah kejadian itulah saya mengerti betapa amat sangat
beruntungnya saya dapat mengenal Islam dalam hidup saya, meskipun saya juga
menyayangkan, bahwa hal ini agak sedikit terlambat bagi saya.
Islam
itu memberikan ketenangan bagi diri saya pribadi. Jiwa-jiwa yang sulit
terpuaskan dengan apa yang telah saya miliki benar-benar serasa telah
‘dicukupkan’ oleh-Nya. Ada ketenangan tersendiri ketika hari-hari saya dipenuhi
lantukan kalam-Nya, dikelilingi oleh orang-orang yang selalu ada dijalan-Nya
bersama saya, dan entahlah .. semua itu membuat hati saya selalu tenang.
Banyak
hal yang berubah dalam hidup saya ketika saya mengenal betul apa itu Islam dan
segala aturannya. Ya, walaupun saya dilahirkan ditengah-tengah keluarga yang
menganut agama Islam tetap saja, “Iman itu tidak dapat diwarisi, sekalipun oleh
seorang ayah yang bertakwa”. Iman itu harus dicari dan tentu saja melalui
jalanan kehidupan yang tidak akan selalu landai. Islam itu sederhana. Tetapi
Islam itu mencangkup semua aspek dalam kehidupan. Ketauhidan dan segala
konsekwensi seorang muslim-muslimah, adab terhadap sesama, kehidupan
sehari-hari, ilmu pengetahuan, sosial, hingga politik. Islam itu kompleks, dan
setiap ajarannya selalu mengandung unsur pengajaran yang dapat
dipertanggungjawabkan dan nyata adanya.
Saya
banyak belajar memahami apa itu Islam tak lama setelah saya mencicipi bangku
seorang santri. Berislam itu seharusnya murni karena kebutuhan kita, bukan
karena paksaan. Sesuai dengan Qs. Al-baqarah ayat 256 yang artinya, “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama
(Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan
jalan yang sesat. Barangsiapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka
sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sanggat kuat yang tidak
akan pernah putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” Islam
memang bukanlah suatu paksaan. Hakekatnya ia akan benar-benar melekat pada diri
seorang muslim-muslimah ketika Islam itu berada pada hati dengan sebuah ke
iklhlasan. Ya, keikhlasan berserah diri hanya kepada Allah.
Sekali lagi, Islam
itu bukanlah paksaan. Tetapi ketika Islam telah menjadi pilihan hidup kita, itu
berarti kita telah menyanggupkan diri untuk berserah diri hanya pada Allah dan
segala aturan-Nya. Itu bukan hal mudah, teman.. tetapi jika semua itu dijalani
dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan, hal itu akan terasa nikmat. Ujianpun
tidak akan terasa menyedihkan. Islam itu membawa kita pada jalan kebenaran,
sehingga seringkali kita keberatan menjalankan apa yang telah Allah perintahkan
karena hal tersebut bertolak belakang dengan hawa nafsu kita. Tapi itulah ujian
dari-Nya. Untuk menguji seberapa besar kesungguhan kita terhadap keislaman kita
selama ini. Semakin yakin dan semakin kita dapat melawan segala hawa nafsu kita,
maka semakin berat pula ujian yang akan diberikan-Nya.
“Islam is the best way of life”
setidaknya itulah pandangan saya mengenai Islam. Islam adalah jalan terbaik
dalam kehidupan ini. Allah-lah yang menciptakan alam semesta dan isinya, termasuk manusia. Maka Dia pula
yang mengetahui segalanya tentang apa yang telah Dia ciptakan. Pengabdian kita,
kesungguhan kita, penghambaan kita, berserah dirinya kita, itu semua
semata-mata karena kita yang membutuhkannya. Bukan Allah yang membutuhkan belas
kasihan kita. Allah Maha Sempurna, Dia bisa menghendaki apa saja yang Dia
kehendaki. Maka tak patutlah kita -yang hanya ciptaan-Nya yang tidak sempurna.red- ini menyombongkan diri.
Islam
adalah anugerah bagi diri kita. Oleh sebab itu, bersyukurlah kita yang dapat
lahir ditengah-tengah keluarga yang menganut dienullah ini dengan cara senantiasa menambah keimanan setiap
waktunya. Meskipun kita terlahir dari kalangan kiyai, ustadz, ataupun pemuka
agama, keimanan itu tidak akan tumbuh ketika kita sendiri tidak peduli dengan
apa yang telah kita miliki. Karena hekekatnya Islam itu bukanlah suatu paksaan.
Dan keimanan serta keyakian itu tidak lahir dari sebuah keterpaksaan. Ia lahir
dari hati yang suci yang ikhlas menjalani, yang memahami apa yang ia pilih
dengan segala konsekwensinya. Ya, sekali lagi karena kesanggupan kita dan
keridhoan kita terhadap segala ketentuan-Nya. Dan itu semua semata-mata demia
kebaikan diri kita sendiri. Allah Maha Sempurna, kitalah yang senantiasa
membutuhkan-Nya. (Be Better ^^) –AaR-

Komentar
Posting Komentar
Terima kasih